KIRAM – Dirjen KSDAE menyampaikan materi tentang manajemen konservasi di Indonesia pada “The 1st International Seminar – Conservation on Biodiversity of Tropical Forest & Wetlands” di Kiram hari ini (09/07/2018). Pada kesempatan tersebut Dirjen KSDAE Ir. Wiratno, M.Sc menugaskan kepada Kepala Balai KSDA Kalimantan Selatan Dr. Mahrus Aryadi, M.Sc untuk menyampaikan materinya yang meliputi tentang tipe dari Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang terdiri dari cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, tahura, dan taman buru.
Dilihat dari distribusinya hampir seluruh Indonesia ada kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, tahura, dan taman buru sebanyak 552 unit dengan luasan total 27 juta hektar.
Secara manajemen dijelaskan bahwa Ditjen KSDAE membawahi 48 unit Balai Taman Nasional dan 26 unit Balai KSDA baik balai besar maupun balai biasa kemudian yang dikelola oleh pemerintah setempat sebanyak 27 unit tahura. Di Kalimantan Selatan sendiri tahura itu bernama Tahura Sultan Adam yang mempunyai luasan sekitar 12 ribu hektar.
Prinsip kerja dari Ditjen KSDAE adalah perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara berkelanjutan dan juga bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kualitas hidup yang layak.
Ditjen KSDAE mempunyai srategi dalam konservasi terdiri dari lima, yang pertama menekankan pada pengawetan atas kepunahan, yang kedua menjaga nilai-nilai biodiversiti tinggi, yang ketiga menjadikan pengembangan pembangunan regional, yang keempat penyediaan sumber untuk kehidupan masyarakat lokal, dan yang kelima berperan dalam mengelola carbon stock.
Lebih detail diberikan percontohan tentang pengelolaan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang berkaitan dengan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan, serta bagaimana kemitraan dengan masyarakat setempat.
Kepala Balai KSDA Kalimantan Selatan Dr. Mahrus Aryadi, M.Sc menambahkan penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan di Kalimantan Selatan khususnya terhadap konservasi bekantan (Nasalis larvatus). Dijelaskan bahwa, “Bekantan (Nasalis larvatus) merupakan spesies yang terancam punah dan masuk dalam appendix 1 CITES dan juga sebagai maskot dari Provinsi Kalimantan Selatan”.
BKSDA Kalimantan Selatan mempunyai empat site dalam monitoring bekantan yaitu TWA Pulau Bakut, TWA Pulau Kembang, SM Pulau Kaget, SM Kuala Lupak. BKSDA Kalimantan Selatan telah melakukan pengkayaan terhadap pakan bekantan sekitar 1,6 hektar dan juga monitoring populasi serta pelepasliaran bekantan ke habitatnya. Dalam kegiatan tersebut BKSDA Kalimantan Selatan juga bekerja sama dengan para pihak antara lain dengan PT. Arutmin Indonesia, PT. Adaro Indonesia, dan PT. Hasnur.
“Ancaman terhadap populasi dan habitat bekantan meliputi pembukaan kawasan hutan, perburuan untuk konsumsi dan perdagangan, maupun kebakaran hutan dan lahan. BKSDA Kalimantan Selatan telah membuat role model untuk sanctuary bekantan di TWA Pulau Bakut dan berharap Bulan September 2018 sudah selesai pembangunan fisiknya dan insyaallah Bulan Oktober 2018 bisa diresmikan oleh Bapak Dirjen KSDAE Ir. Wiratno, M.Sc, Ibu Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar dan dimungkinkan juga Bapak Presiden RI Joko Widodo”, Tambah Mahrus. (jrz)
salam bekantan !!!
Source & Doc. by : Jauhari Arifin, S.Kom (Staf BKSDA Kalsel)
BKSDA Kalimantan Selatan Salam Bekantan


